MAKALAH
ILMU
SOSIAL DASAR
PENDIDIKAN
KARAKTER DI ERA GLOBALISASI
Disusun Oleh :
Angga Firmansyah (10315766)
Fakultas :
Teknik Sipil dan Perencanaan
Kelas :
1TA03
Dosen :
Emilianshah Banowo
PENDIDIKAN KARAKTER DI
ERA GLOBALISASI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Globalisasi adalah
fenomena yang tidak bisa dipungkiri semua orang dan semua kalangan pasti akan
merasakannya dampak darinya. Namu jika hal ini tidak dibarengi dengan filter
yang kuat globalisasi dapat berakibat pada krisis akhlak yang terjadi hampir di
semua lapisan masyarakat mulai dari pelajar hingga pejabat negara. Dikalangan
pelajar misalnya bisa dilihat dari meningkatnya angka kriminalitas mulai dari
kasus narkoba, pembunuhan pelecehan seksual dan sebgainya. Demikian hal nya
dikalangan masyarakat dan pejabat negara. Yang paling menonjol adalah semakin
membudayanya tingkat pidana korupsi di negeri ini.
Melihat potret buram tersebut sejumlah
kalangan menilai bahwa hal ini desebabkan diantaranya oleh gagalnya dunia
pendidikan, alasanya pendidikan merupakan wadah untuk melahirkan
manusia-manusia yang mampu menyelamatkan masa depan bangsa dari jurang
keterpurukan, baik dibidang ekonomi, sosial, politik, dan lebih-lebih di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Maka dari itu perlu kiranya meninjau
lebih dalam tentang tentang penomena globalisasi yang sedang merebak ini dan
melakukan langkah-langkah untuk menyelamatkan para generasi muda dari
kehancuran akhlak dan moral.
B.
Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini ditujukan untuk menambah wawasan para Mahasiswa
khususnya Mahasiswa Teknik Sipil, selain itu juga untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.
C.
Rumusan Masalah
1. Mengetahui apa yang dimasud dengan pendidikan karakter di era
globalisasi?
2. Apa saja ruag lingkup globalisasi?
3. Apa dampak globalisasi pada karakter peserta didik ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Karakter menurut pusat bahasa Depdiknas adalah bawaan, hati,
jiwa, kepribadian, budi pekerti, prilaku, personalitas,sifa,tabi’at, tempramen,
watak.
Globalisasi berakar kata
dari “globe” yang
berarti bola; globe;
bola bumi; bola dunia; bola bumi buatan, semakna dengan kata ini yang sudah
diserap kedalam bahasa Indonesia adalah “Global” yang berarti secara umum dan
keseluruhan; secara bulat; secara garis besar, bersangkut paut, mengenai,
meliputi seluruh dunia. Sedangkan globalisasi adalah proses masuknya ke ruang
lingkup dunia. Sedangkan Abudin Nata mendefinisikan globalisasi merujuk kepada
suatu keadaan dimana antara satu negara dengan negara lainnya sudah menyatu.
Batas-batas teritorial, kultural, dan sebagainya sudah bukan merupakan hambatan
lagi untuk melakukan penyatuan tersebut.
Pendidikan Karakter adalah usaha sengaja (sadar) untuk mewujudkan kebajiban
yaitu kualitas kemanusiaan yang baik secara objektif bukan hanya baik untuk
individu perseorangan, tetapi juga baik untuk masyarakat secara keseluruhan.
Jadi yang dimaksud dengan pendidikan karakter di era globalisasi adalah usha
sengaja dan sadar untuk mewujudkan nilai-nilai karakter inti pada peserta didik
di tengah tantangan dan kondisi arus globalisasi yang terus berkembang.
B. SEJARAH MULA GLOBALISASI
Sebelum buming term globalisasi, kita barangkali masih ingat
dengan istilah Developmentalisme atau pembangunanisme jika ditelaah
secara kritis gagasan ini sesungguhnya tidak lepas dari “perang dingin” antara
blok sosialis dan kapitalis. Artinya developmentalisme merupakan upaya untuk membatasi
berkembangnya sosialisme di dunia. Ia tidak lebih dari refleksi paradigma barat
tentang perubahan sosial, yakni langkah-langkah menuju higher modernity. Modernitas
diterjemahkan dalam bentuk teknologi dan pertumbuhan ekonomi mengikuti jejak
negara-negara industri yang mengacu pada revolusi industri.
Diantara wujud dari develomentalisme ini adalah apa yang disebut dengan
“revolusi hijau”. Di Indonesia, konsep revolusi hijau di sabut dengan gegap
gempita oleh pemerintahan orde baru. Gerakan revolusi hijau ketika itu
dilakukan melalui komando dan subsidi. Program bimbingan masal (bimas) 1970
merupakan salah satu bentuk implementasi revolusi hijau. Bimas adalah salah
satu paket program pemerintah yang berupa teknologi pertanian benih benih hibrida,
pestisida, dan bantuan kredit. Kemudian pada tahun 1979, pemerintah meluncurkan
program baru, yaitu Insus (Intensifikasi Masa). Tujuannya adalah mendorong
petani menanam tanaman sambil mengontrol hama.
Setelah era develovmentalisme dianggap gagal telah telah berakhir
disebabkan secara kualitatif terdapat berbagai persoalan yang berdampak
terhadap meningkatkan kemiskinan di pedesaan, urbanisasi, dan represi potilik
terhadap kaum tani. Berdasarkan ketidak stabilan era developmentalisme demi terealisasinya kesejahtraan
kemakmuran, dan keternraman masyarakat maka masyarakat dunia kini memasuki era
baru yang disebut globalisasi. Diantara ciri khas yang paling dominan dari
globalisasi adalah pasar bebas (liberalisasi perekonomian). Dengan demikian,
globalisasi pada dasarnya lebih merupakan egenda TNCs (Trans National
Vorporations) melalui mekanisme yang diciptaka oleh WTO (Word Trade
Organization) untuk memaksakan kepentingannya melalui kebijakan reformasi
atau aturan suatu negara dalam berbagai bidang seperti perpajakan, tenaga
kerja, perdagangan, investasi, dan segala aturan yang memudahkan pencapaian
kebutuhan perdagangan mereka. Melalui metode semacam ini akan memberi kemudahn
kepada TNSCs untuk mengekploisasi sumber daya manusia atau alam melalui
berbagai kesepakatan perdagangan bebas.
C. RUANG LINGKUP GLOBALISASI
Baharuddin darus menggambarkan lima konfigurasi globalisasi, antara lain: (1)
globalisasi informasi dan komunikasi (2) globalisasi ekonomi dan perdagangan
bebas (3) globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya, dan kesadaran (4)
globalisasi media masa (5) Globalisasi politik dan wawasan.
Sementara itu, Muhtarom mlengkpinya dengan wujud konfigurasi
lain, yaitu: globalisasi hukum, globalisasi pengetahuan, dan globalisasi agama.
Delapan konfigurasi yang digambarkan oleh Darus dan Muhtarom diatas bisa
disederhanakan menjadi lima konfigurasi, yaitu:
1. globalisasi informasi
Dalam kamus besar Bahasa
Indonesia, makna informasi mencakup penerangan, pemberitahuan, kabar, dan
cerita tentang hal-hal yang menyampaikan gagasan. Informasi ini sangat erat
hubungannya dengan informasi berupa pernyataan fikiran dan perasaan manusia
terhadap orang lain.
Informasi dan komunikasi yang
didukung dengan menggunakan teknologi dapat dilakukan dengan mudah dan efektif.
Teknologi informasi dan komunikasi memberikan efektifitas dan efesiensi yang
signifikan bagi kehidupan manusia. Proses komunikasi melalui media masa seperti
radio, tv, internet, surat kabar, film, dan semacamnya dapat mengatasi
perbedaan ruang dan waktu antara penyampaian pesan dan penerima pesan.
Sayangnya, dinamika informasi yang mengagumkan tersebut sering lepas kontrol.
Semua kalangan dapat menikmati segala fasilitas yang disediakan media masa, tak
peduli apakah informasi tersebut positif atau tidak. Tingginya angka
kriminalitas di Indonesia diakui atau tidak merupakan salah satu imbas dari
media masa yang dikonsumsi sehari-hari.
2. globalisasi ekonomi
Globalisasi ekonomi merupakan pengintegrasian
ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam sistem ekonomi global. Segenap aspek
perekonomian, pasokan juga permintaan bahan mentah, informasi dan tranformasi
tenaga kerja, keuangan, distrbusi, serta kegiatan-kegiatan pemasaran menyatu
dan terjalin dalam hubungn interdependensi yang bersekala global.
Pasca perang dingan globalisasi
ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa cepatnya dan mempunyai daya tekan
yang semakin besar. Adanya capital
flight dari negara-negara
industri ke negara-negara lain lebih menguntungkan negara-negara maju, yang
kemudian berakibat pada semakin banyaknya pengangguran dan merosotnya tingkat
kemakmuran serta semakin berkurangnya rasa keamanan dan ketentraman masyarakat.
3. globalisasi budaya
Globalisasi budaya tentu akan
mempercepat akulturasi budaya antara bangsa yang satu dengan bangsa-bangsa yang
lainnya. Bahkan pada titik klimaks barang kali tak ada lagi kekhasan budaya
sebuah bangsa, sebab semua budaya sudah melebur menjadi satu dalam sebuah
komunitas global. Atau sebaliknya, globalisasi dapat memperkokoh budaya lokal
dan nasional untuk dipopulerkan pada masyarakat global sebagai sebuah ciri khas
dan keunikan suatu bangsa.
Globalisasi budaya ini pasti
memiliki efek negatif dalam kehidupan masyarakat. Efek globalisasi budaya yang
paling kentara adalah budaya konsumsi yang lazim disebut “konsumerisme”. Hal
ini bukan hanya dipandang kebiasaan buruk karena menghambur-hamburkan harta
untuk membeli sesuatu yang tak penting, akan tetapi juga bisa mengkikis daya
imajinasi seseorang untuk “mencipta dan berkarya”. Orang lebih suka berfikir
bagaimana agar segera mendapatkan dan mengoleksi barang-barang tertentu dari
pada bagaimana cara membuat dan mengembangkannya. Prahara ini disebut virus
instan. Terbukti banyak tradisi lokal atau nasional suatu negara yang tergerus
oleh budaya global yang tak jelas asal-usulnya. Masyarakat hanya mengkonsumsi
dan meniru suatu budaya tanpa berfikir dari mana dan milik siapa budaya itu.
Contoh yang paling sederhana adalah soal pakaian.
4. globalisasi hukum
Kehidupan ekonomi global dengan
aktifitas perusahaan transnasional sangat berpengaruh terhadap hukum, dan
sekaigus memberi peluang untuk mengubah logika dan praktik hukum. Globalisasi
telah menghilangkan batas-batas kenegaraan, sehingga tak ada lagi negara yang
dapat mengklaim bahwa ia menganut sistem hukum secar absolut. Contohnya hukum
Indonesia, selain harus mengikuti konfensi-konfensi yang telah diakui oleh
masyarakat dunia juga harus serta mempertimbangkan bentuk keadilan yang sesuai
dengan struktur masyarakatnya.
Premis-premis tersebut menunjukan
bahwa konsep penegakkan hukum tidaklah semata-mata hanya mewajibkan setiap
warga negara untuk mematuhi dan tunduk kepada hukum, melainkan juga melihat
sejauh mana hukum telah melaksanakan fungsinya sebagai sarana terwujudnya
keadilan. Untuk mendapatkan keadilan harus melalui pengadilan yang bebas dan
tak memihak, dengan mengacu pada hukum acara yang menjamin pemeriksaan objektif
oleh hakim yang juur dan adil. Tujuannya untuk memperoleh keputusan yang adil
dan benar.
5. globalisasi politik
kehidupan politik yang mencakup
beragam kegiatan berkaitan dengan perilaku politik maupun kelompok kepentingan.
Seorang individu tau kelompok dapat disebut berpolitik manakala mereka
berpartisispasi dalam kehidupan politik dan aktifitas. Mereka berhubungan
denagn pelaksanaan kebijakan-kebijakan untuk suatu masyarakat. Hal ini
mengindikasikan persoalan sebuah negara yang ada di belahan dunia manapun pasti
akan mendapat respon dari negara-negara lain. Negara-negara tersebut banyak
mempengaruhi kebijakan-kebijakan politik yang ditentukan suatu negara oleh
dunia internasional seperti PBB. Bukan itu saja, kekuatan negara adidaya
seperti Amerika baik langsung maupun tidak langsung turut mempengaruhi
kebijakan-kebijakan dalam negri suatu negara. Makanya tak mengherankan
pemerintah sering membuat kebijakan yang tak populis, sebab kebijakan tersebut
sejatinya merupakan pesanan dari kekuatan internasional atau kekuatan sebuah
negara yang kini sedang menjadi polisi internasional, Amerika Serikat.
D. DAMPAK GLOBALISASI PADA
PENDIDIKAN KARAKTER
1. Dampak Positif
a. Perubahan Tata Nilai dan Sikap
Adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran
nilai dan sikap masyarakat yang semua irasional menjadi rasional.
b. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih
mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju.
c. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik
2. Dampak Negatif
a. Pola Hidup Konsumtif
Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat
melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang
dengan banyak pilihan yang ada.
b. Sikap Individualistik
Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak
lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa
mereka adalah makhluk sosial.
c. Gaya Hidup Kebarat-baratan
Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli adalah anak tidak lagi hormat
kepada orang tua, kehidupan bebas remaja,
dan lain-lain.
d. Kesenjangan Sosial
Apabila dalam suatu komunitas masyarakat hanya ada beberapa individu yang dapat
mengikuti arus modernisasi dan globalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah
antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan
kesenjangan sosial.
E. KARAKTER QUR’ANI DI ERA
GLOBALISASI
Karakter Qur’ani dalam kegiatan pendidikan Islam yang bisa
disebut juga dengan karakter Rabbani merupakan sumber dari segala kegiatan umat
Islam dan manusia pada umumnya adalah termasuk dalam alternaif memproteksi
pengaruh negatif globalisasi. Karena itu, seyogyanya semua kegiatan pendidikan
Islam didasarkan atas Qur’an dan Hadith. Bukan paradigma barat yang belum tentu
relefan dengan nilai-nilai Islam dan karakter muslim sejati. Secara esensial al
Qur’an merupakan prinsip-prinsip dan matriks mengenai konsep-konsep pandangan
dunia islam. Prinsip-prinsip itu mengikhtisarkan ketentuan-ketentuan umum
mengenai karakter dan perkembangan serta menentukan batasan-batasan umum dimana
peradaban muslim harus tumbuh dan berkembang.
Dalam penelusurannya
mengenai worldview dan elan al Qur’an Fazlur Rahman
menemukan tiga kata kunci etika al Qur’an yaitu iman, Islam dan taqwa.
Berangkat dari tiga kata kunci tersebut, pangkal pendidikan karakter Islami
adalah mengerahkan peserta didik untuk memiliki karakter Qur’ani. Dengan hal
ini peserta didik mampu mengembangkan segala potensi yang ada pada dirinya
denga kemampuan untuk mengatur segala yang ada di alam ini untuk kemslahatan
hidup seluruh umat manusia dalam mengatasi problematika di era globalisasi.
Karakter Qur’ani sangat
urgen dalam konteks kekinian dimana ummat Islam menghadapi arus globalisasi
yang digulirkan oleh barat. Globalisasi cenderung menjebak manusia dalam
kubangan materialisme dan mengesampingkan karakter Islami pada seluruh kaum
muslimin. Disebabkan krakter dan keadilan versi globalisasi ditimbang dengan
kaca kapitalisme. Maka tak mengherankan bila manusia masa kini lebih intens
bersikap individualistis, apatis terhadap penderitaan orang lain, bahkan
melupakan kehidupan akhirat sebagai kehidupan yang abadi. Karenanya, pendidikan
karakter berbasis Qur’ani merupakan solusi alternatif bagi umat islam yang
mengalami keterbelakanagn di bidang iptek di era globalisasi. Sejatinya al
Qur’an menopang segala kebutuhan ummat Islam termasuk dalam pengembangan
ilmupengetahuan dan teknologi melalui sistem pendidikan karakternya. Jika al
Qur’an telah mengarahkan semuanya, mengapa ummat Islam merasa silau dengan
globalisasi yang dikembangkan barat? Bukankah akanlebih terhormat bila ummat
Islam mampu mencerminkan karakter Islami dalamkegiatan pendidikannya?
Dengan karakter Qur’ani
pendidikan Islam akan mampu melahirkan sosok gemerasi muslim yang kreatif,
inofatif, dan berbudi luhur yang fapat memanfaatkan seluruh potensi yang ada di
alam ini dengan sebaik-baiknya untuk kebaikan, kesejahteraan, kemakmuran dan
stabilisasi umat Islam di era gobalisasi.
Jika karakter Qur’ani terus
diterapkan, dikembangkan, dan direalisasikan dalam seluruh aspek kehidupan baik
meliputi ekonomi, politik, hukum, budaya dan terkhusus istansi pendidikan
secara konsisten, maks tak mustahil di mas mendatang ummatIslam mampu menciptakan
dan mewujudkan peradaban Qur’ani sebagai bentuk jawaban dan tantangan
globalisasi yang menerpa umat ini.
F.
PENDIDIKA KARAKTER ISLAMI SEBAGAI PEMBINAAN AKHLAK AL-KARIMAH
Akhlak
merupakan domain penting dalam kehidupan masyarakat di era globalisasi. Tidak
adanya akhlak dalam tata kehidupan mayarakat akan menyebabkan hancurnya
masyarakat itu sendiri. Hal ini bisa diamati pada kondisi yang ada di negeri
ini hampir semua lini kehidupan masyarakat Indonesia tidak mencerminkan akhlak Islami.
Atau dengan kata lain, bangsa Indonesia saat ini bukan hanya krisis ekonomi dan
krisis kepercayaan, akan tetapi juga krisis akhlak.
Menurut
Abudin Nata krisis akhlak semacam ini pada awalnya hanya menerpa sebagian kecil
elit politik (penguasa), tetapi kini telah menjalar kepada masyarakat luas
termasuk kalangan pelajar. Pristiwa ini bisa disaksikan dari banyaknya keluhan
tentang prilaku para remaja yang disampaikan orang tua, para guru, dan
orang-orang yang bergerak dibidang sosial. Diantara mereka sudah banyak yang
terlibat tauran, penggunaan obat-obat terlarang, minuman keras, pelecehan
sosial, dan tindakan kriminal lainnya. Bahkan, baik orang tua ataupun para guru
disekolah merasa kehabisan akal untuk mengatasi krisis akhlak ini dari penomena
tersebut Abudin Nata memetakan bahwa terdapat empat akar terpenting yang
menjadi penyebab timbulnya krisi akhlak yaitu:
1. Krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan terhadap agama
yang menyebabkan hilangnya kontrol diri individu masyarakat. Karenanya
supremasi hukum merupakan start awal membina tatanan sosial yang dihiasi dengan
akhlak al-karimah.
2. Krisis akhlak terjadi pembinaan moral yang dilakukan oleh orang
tau, sekolah, dan masyarakat sudah kurang efektif. Zakiah Daradjat mengatakan
akhlak bukanlah suatu pelajaran yang bisa dicapai dengan mempelajari saja tanpa
melakukan pembiasaan sejak kecil.
3. Krisis akhlak terjadi desebabkan karena derasnya arus budaya
hidup materialistik, hedonistik, dan sekuralistik. Berbagai produk budaya yang
bernuansa demikian dapat dilihat dalam bentuk semakin maraknya tempat hiburan
yang mengundang selera biologis, peredaran obat-obat terlarang, buku-buku atau
VCD-DVC porno, alat kontra sepsi dan sebagainya.
4. Krisis akhlak terjadi karena belum adanya kemauan yang
sungguh-sungguh dari pemerintah untuk melakukan pembinaan akhlak. Hal yang
demikian diperparah oleh adanya ulah sebagian elit penguasa yang semata-mata
mengejar kedudukan, kekayaan, dan jabatan dengan cara yang tidak mendidik
seperti korupsi kolusi dan nepotisme.
Pendidikan karakter
Islami harus dikembalikan kepada fitrahnya sebgai pembinaan akhlak karimah
dengan tanpa mengesampingkan dimensi-dimensi penting lainnya yang harus
dikembangkan dalam institusi pendidikan, baik formal, informal, maupun non
formal. Artinya masalah akhlak siswa bukan semata-mata tanggung jawab guru atau
sekolah saja, tetapi juga tanggung jawab orang tua, keluarga, masyarakat, dan
pemerintah pada umumnya. Pembinaan akhlak merupakan salah satu orientasi
pendidikan Islam diera globalisasi ini adalah sesuatu yang tidak bisa
ditawar-tawar sebab eksis tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan oleh akhlak
mayarakatnya. Jika akhlaknya baik maka bangsa tersebut akan eksis, sebaliknya
jika akhlaknya bobrok maka bangsa tersebut akan segera musnah mengalami
keterpurukan, begitulah peringatan Asysaukani.
Prof. Dr. Sayid Agil
mengemukakan bahwa krisis moneter yang di ikuti oleh krisis ekonomi yang telah
melanda bangsa Indonesia, berpangkal pada krisis akhlak dan krisis iman. Banyak
kalangan menyatakan persoalan bangsa ini akibat merosoknya moral bangsa dengan
mewabahnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) diberbagai bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara. Karena itu, tuntunan untuk melakukan reformasi secara
menyeluruh harus menyentuh pada aspek yang berkaiatan dengan bidang akhlak dan
aspek keimanan. Sebab, akhlak yang buruk serta kualitas keimanan dan ketakwaan
masyarakat yang buruk merupakan faktor utama tumbuh suburnya praktik-prakti
kolusi korupsi dan nepotisme. Tidak hanya itu, bahkan tumbuh dan berkembangnya
kecendrungan sadisme, kriminalitas, serta merebaknya forno grafi, porno aksi
dan prostitusi ditengah-tengah masyarakat.
Kehidupan masyarakat
diera modern dengan mengglobalnya budaya yang tak ada sekat secara tidak
langsung dengan prinsip-prisip agama menciptakan batas-batas moralitas
kehidupan semakin tipis, etika islami lambat laun terkikis dan karakter
qur’ani tersisihkan. Semisal, agama yang sejak awal dijadikan sebagai pegangan
hidup umat manusia dengan segala prinsip-prinsip kehidupan dalam seluruh
aspeknya, yang meliputi interaksi manusia dengan Rabb-Nya, interaksi manusia
dengan sesamanya, berupa polah tingkah laku di masyarakat, tradisi menghargai
orang lain dengan cara berpenampilan islami, berpakaian sesuai dengan aturan
syar’i, sikap saling tolong menolong, saling mengasihi dan menghargai demi
terwujudnya masyarakat islami. Namun, pola hidup islami dan karakter robbani
saat ini terasa asing karena semakin menguatnya tradisi dan pola hidup global
yang selalu berubah dengan perkembangan mode yang secara pelan-pelan mencidrai
aspek moralitas manusia. Oleh karena itu reformasi akhlak perlu diwacanakan
dalam upaya menciptakan kondisi karakter islami agar terlealisasinya moral
bangsa berdasarkan nilai-nilai Islam.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan
di atas setidaknya dapat kita tarik beberapa kesimpulan sebagai penutup dari
makalah ini sebagai berikut :
1. Yang
dimaksud dengan pendidikan karakter di era globalisasi adalah usha sengaja dan
sadar untuk mewujudkan nilai-nilai karakter inti pada peserta didik di tengah
tantangan dan kondisi arus globalisasi yang terus berkembang.
2. Ruang
lingkup globalisasi
1) Globalisasi informasi dan komunikasi
2) Globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas
3) Globalisasi gaya hidup, pola konsumsi, budaya, dan kesadaran
4) Globalisasi media masa
5) Globalisasi politik dan wawasan
3. Dampak globalisasi
pada pendidikan karakter
a. Dampak positif
1). Perubahan Tata Nilai
dan Sikap
2). Berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi
3). Tingkat Kehidupan
yang lebih Baik
b. Dampak Negatif
1). Pola Hidup Konsumtif
2). Sikap
Individualistik
3). Gaya Hidup
Kebarat-baratan
4). Kesenjangan Sosial
DAFTAR PUSTAKA
- Jubaidi, Desain
pendidikan Karakter (Jakarta,
Kencana Pranada Media: 2012)
- Tantowi, Ahmad. Pendidikan Islam di Era Transformasi Global (Semarang, PT. Pustaka Rizki Putra:
2008)
- Rembangi, Msthofa. Pendidikan
Trasnpormatif, Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus
Globalisai, (Yogyakarta:
TERAS : 2010)
- Thomas Gilson, IndoDic
E-dictionary Version 1.2 th.
2007
- Departemen Pendidikan Nasional, KBBI Pusat Bahasa Edisi Empat,
(PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar