PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN
PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa jasa konstruksi mempunyai peranan
strategis dalam pembangunan nasional sehingga perlu dilakukan pembinaan baik
terhadap penyedia jasa, pengguna jasa, maupun masyarakat guna menumbuhkan
pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsi serta hak dan kewajiban
masing-masing dan meningkatkan kemampuan dalam mewujudkan tertib usaha jasa
konstruksi, tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dan tertib pemanfaatan
hasil pekerjaan konstruksi;
b.
bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal
35 Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi perlu mendapatkan
Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945;
2.
Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi (LN RI Tahun 1999 No. 54, TLN No. 3833);
3.
Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (LN RI Tahun 1999 No. 60, TLN No. 3839).
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBINAAN JASA
KONSTRUKSI
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1.
Pemerintah Pusat adalah perangkat Negara
Kesatuan RI yang terdiri atas Presiden beserta para Menteri;
2.
Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta
perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah;
3.
Lembaga adalah organisasi sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, yang bertujuan
untuk mengembangkan kegiatan jasa konstruksi nasional;
4.
Pembinaan adalah kegiatan pengaturan,
pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah bagi penyedia jasa, pengguna jasa, dan masyarakat;
5.
Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab
dalam bidang konstruksi.
Pasal 2
Lingkup pengaturan pembinaan jasa konstruksi meliputi bentuk
pembinaan, pihak yang dibina, penyelenggara pembinaan, serta pembiayaan yang
diperlukan untuk pelaksanaan pembinaan.
BAB II PENYELENGGARA
PEMBINAAN
Bagian Pertama umum
Pasal 3 Bentuk pembinaan jasa konstruksi meliputi: a. pengaturan
b.
pemberdayaan; dan
c.
pengawasan.
Pasal 4
(1)
Pihak yang harus dibina dalam penyelenggaraan
pembinaan jasa konstruksi terdiri atas penyedia jasa, pengguna jasa, dan
masyarakat.
(2)
Penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) terdiri atas:
a.
Usaha orang perseorangan;
b.
Badan usaha yang berbadan hukum atau pun yang
bukan berbadan hukum.
(3)
Pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) terdiri atas
a.
Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
b.
Orang perseorangan;
c.
Badan usaha yang berbadan hukum atau pun yang
bukan berbadan hukum.
Bagian Kedua Pembinaan
terhadap Penyedia Jasa
Pasal 5
(1)
Pembinaan jasa konstruksi terhadap penyedia jasa
dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan hak dan kewajibannya.
(2)
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pasal 6
(1)
Pembinaan melalui pengaturan, pemberdayaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 merupakan tugas dan tanggung
jawab Pemerintah Pusat.
(2)
Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan:
1.
menetapkan kebijakan nasional pengembangan jasa
konstruksi dan pengaturan jasa konstruksi;
2.
menerbitkan dan menyebarluaskan peraturan
perundang-undangan jasa konstruksi dan peraturan perundang-undangan lainnya
yang terkait.
(3)
Pemberdayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan menetapkan kebijakan, meliputi
1.
pengembangan sumber daya manusia di bidang jasa
konstruksi;
2.
pengembangan usaha termasuk upaya mendorong
kemitraan fungsional yang
sinergis;
3.
dukungan lembaga keuangan untuk memberikan
prioritas, pelayanan, kemudahan, dan akses dalam memperoleh pendanaan;
4.
dukungan lembaga pertanggungan untuk memberikan
prioritas, pelayanan, kemudahan, dan akses dalam memperoleh jaminan pertanggungan
risiko;
5.
peningkatan kemampuan teknologi, sistem
informasi serta penelitian dan pengembangan teknologi.
(4)
Pengawasan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan guna tertib usaha, tertib penyelenggara, tertib pemanfaatan jasa
konstruksi mengenai:
1.
persyaratan perizinan;
2.
ketentuan keteknikan pekerjaan konstruksi;
3.
ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja;
4.
ketentuan keselamatan UMUM;
5.
ketentuan ketenagakerjaan;
6.
ketentuan lingkungan;
7.
ketentuan tata ruang;
8.
ketentuan tata bangunan;
9.
ketentuan2 lain yang berkaitan dengan
penyelenggaraan jasa konstruksi.
(5)
Penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat didekonsentrasikan atau di tugas
pembantuankan kepada Pemerintah Daerah setempat dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 7
(1)
Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, dan
Pemerintah Kota menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi untuk melaksanakan
tugas ekonomi daerah mengenai: a. pengembangan
sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi;
b.
peningkatan kemampuan teknologi jasa konstruksi;
c.
pengembangan sistem informasi jasa konstruksi;
d.
penelitian dan pengembangan jasa konstruksi;
e.
pengawasan tata lingkungan yang bersifat lintas
Kabupaten dan Kota.
(2)
Penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi oleh
Pemerintah Propinsi dilakukan dengan cara:
a.
melaksanakan kebijakan pembinaan jasa
konstruksi;
b.
menyebarluaskan peraturan perundang-undangan
jasa konstruksi;
c.
melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis, dan
penyuluhan;
d.
melaksanakan pengawasan sesuai dengan
kewenangannya untuk terpenuhinya tertib penyelenggaraan pekerjaan jasa
konstruksi.
(3)
Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota
menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi dalam rangka pelaksanaan tugas
otonomi daerah dengan cara: a. melaksanakan
kebijakan pembinaan jasa konstruksi;
b.
menyebarluaskan peraturan perundang-undangan
jasa konstruksi;
c.
melaksanakan pelatihan, bimbingan teknis, dan
penyuluhan;
d.
menerbitkan perizinan usaha jasa konstruksi;
e.
melaksanakan pengawasan sesuai dengan
kewenangannya untuk terpenuhinya tertib penyelenggaraan pekerjaan jasa
konstruksi.
Bagian Ketiga
Pembinaan terhadap Pengguna Jasa
Pasal 8
(1)
Pembinaan jasa konstruksi terhadap pengguna jasa
dilakukan untuk menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan hak dan kewajiban
pengguna jasa dalam pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
(2)
Pembinaan sebagai mana dimaksud dalam ayat (1)
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Pasal 9
Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota menyelenggarakan
pembinaan jasa konstruksi dalam rangka pelaksanaan tugas otonomi daerah dengan
cara:
a.
memberikan penyuluhan tentang perauran
perundang-undangan jasa konstruksi;
b.
memberikan informasi tentang ketentuan
keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja serta tata lingkungan
setempat;
c.
menyebarluaskan ketentuan perizinan pembangunan;
d.
melaksanakan pengawasan untuk terpenuhinya
tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi.
Bagian Keempat
Pembinaan terhadap Masyarakat
Pasal 10
Pembinaan jasa konstruksi terhadap masyarakat dilakukan untuk
menumbuhkan pemahaman akan peran strategis jasa konstruksi dalam pembangunan
nasional, kesadaran akan hak dan kewajiban guna mewujudkan tertib usaha, tertib
penyelenggaraan, dan tertib pemanfaatan.
Pasal 11
Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota menyelenggarakan
pembinaan jasa konstruksi terhadap masyarakat dalam rangka pelaksanaan tugas
otonomi daerah dengan cara:
a.
memberikan penyuluhan tentang peraturan
perundang-undangan jasa konstruksi;
b.
memberikan informasi tentang ketentuan
keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga
kerja, serta tata lingkungan setempat;
c.
meningkatkan pemahaman dan kesadaran terhadap
kewajiban pemenuhan tertib penyelenggaraan konstruksi dan tertib pemanfaatan
hasil pekerjaan konstruksi;
d.
memberikan kemudahan peran serta masyarakat
dalam pelaksanaan pengawasan untuk turut serta mencegah terjadinya pekerjaan
konstruksi yang membahayakan kepentingan dan keselamatan umum.
Bagian Kelima Tata
Laksana Pembinaan
Pasal 12
(1)
Pelaksanaan pembinaan terhadap penyedia jasa,
pengguna jasa, dan masyarakat oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 11 dapat
dilakukan bersama sama dengan Lembaga.
(2)
Dalam hal Lembaga Daerah belum terbentuk, maka
pembinaan jasa konstruksi diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah bersama Lembaga Nasional.
Pasal 13
(1)
Dalam rangka pelaksanaan pembinaan jasa
konstruksi, unit kerja yang ditunjuk oleh Menteri, unit kerja yang ditunjuk
oleh Gubernur, unit kerja yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota, dan Lembaga
bertugas:
a.
menyusun rencana dan program pelaksanaan
pembinaan;
b.
melaksanakan pembinaan;
c.
melakukan pemantauan (monitoring) dan evaluasi;
d.
menyusun laporan pertanggungjawaban.
(2)
Rencana dan program pembinaan jasa konstruksi
disusun dengan memperhatikan masukan dari masyarakat.
(3)
Pemantauan (monitoring) dan evaluasi hasil
pembinaan jasa konstruksi dilakukan secara berkala, dan merupakan masukan bagi
penyusunan rencana pembinaan.
(4)
Penyusunan dan penyampaian laporan
pertanggungjawaban pelaksanaan pembinaan jasa konstruksi diatur sbb.:
a.
Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk
Menteri disampaikan kepada Menteri;
b.
Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk
Gubernur disampaikan kepada
Gubernur dan Menteri;
c.
Laporan yang disusun unit kerja yang ditunjuk
Bupati/Walikota disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada
Gubernur dan Menteri.
BAB III PEMBIAYAAN
Pasal 14
(1)
Biaya yang diperlukan untuk pembinaan jasa
konstruksi yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat dibebankan kepada dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara.
(2)
Biaya yang diperlukan untuk pembinaan jasa
konstruksi yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi diatur sbb.:
a.
Pembinaan yang dilakukan sebagai pelaksanaan
tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan dibebankan kepada dana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara;
b.
Pembinaan yang dilakukan sebagai pelaksanaan
otonomi daerah dibebankan kepada dana anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3)
Biaya yang diperlukan untuk pembinaan jasa
konstruksi yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota diatur
sbb.:
a.
Pembinaan yang dilakukan sebagai pelaksanaan
tugas pembantuan dibebankan kepada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
b.
Pembinaan yang dilakukan sebagai pelaksanaan
tugas otonomi daerah dibebankan kepada dana Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
(4)
Biaya yang diperlukan untuk pembinaan jasa
konstruksi yang dilakukan oleh Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
diatur oleh Lembaga ybs.
BAB V KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 15
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan perundang-undangan
mengenai pembinaan jasa konstruksi yang telah ada, sepanjang tidak bertentangan
ataupun belum diubah atau diatur kembali berdasarkan Peraturan Pemerintah ini
dinyatakan tetap berlaku.
BAB VI KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 16
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara RI.
Ditetapkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 30 Mei 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 30 Mei 2000
Pj.SEKRETARIS NEGARA R.I.,
Ttd.
BONDAN GUNAWAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 65
PENJELASAN PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN
PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI
UMUM
Pembangunan Nasional di bidang jasa konstruksi dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat jasa
konstruksi, oleh karena itu perlu keikutsertaan masyarakat pada umumnya, dan
masyarakat jasa konstruksi pada khususnya dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi.
Agar keikutsertaan masyarakat pada umumnya, masyarakat jasa
konstruksi pada khususnya tsb dilakukan dengan penuh kesadaran, keterbukaan,
sukarela, efektif serta efisien, tertib, dan tidak menimbulkan konflik, perlu
adanya kesadaran akan fungsi, hak dan kewajiban masyarakat pada umumnya,
masyarakat jasa konstruksi pada khususnya dalam penyelenggaraan pekerjaan
konstruksi.
Untuk itu sesuai dengan Pasal 35 Undang-Undang No. 18 Tahun
1999 tentang Jasa Konstruksi diperlukan upaya pembinaan yang berupa pengaturan,
pemberdayaan, dan pengawasan terhadap masyarakat jasa konstruksi yang
penyelenggaraannya dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Propinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten, dan Pemerintah Daerah Kota sesuai dengan
kewenangan masing2.
Agar upaya pembinaan tsb dilaksanakan secara sistematis,
konsisten, dan efektif serta efisien dan mampu mendukung peran strategis jasa
konstruksi dalam pembangunan nasional, diperlukan arahan mengenai
penyelenggaraan pembinaan dan pembiayaan untuk pelaksanaan pembinaan jasa
konstruksi.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3 Cukup jelas.
Pasal 4 Cukup jelas.
Pasal 5 Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Angka 1
Pengaturan jasa konstruksi nasional antara lain berupa
pengaturan jasa konstruksi berteknologi tinggi/canggih, dan pengaturan
pekerjaan konstruksi berskala internasional dan kerja sama regional.
Angka 2
Peraturan perundang-undangan jasa konstruksi dan yang terkait
dengan jasa konstruksi yang diterbitkan dan disebarluaskan Pemerintah Pusat,
antara lain memuat ketentuan mengenai usaha dan peran masyarakat jasa
konstruksi, perizinan, keselamatan dan kesehatan kerja, keteknikan, keamanan,
standardisasi nasional sektor terkait dengan jasa konstruksi, pertanggungan,
hak atas kekayaan intelektual, dan tata lingkungan.
Ayat (3)
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Kemitraan fungsional yang sinergis adalah kerja sama dalam
bidang usaha yang saling terkait, saling membutuhkan dan saling menguntungkan.
Angka 3
Yang dimaksud dengan kemudahan adalah keringanan persyaratan
dan yang dimaksud dengan akses adalah kemudahan dalam tata cara mendapatkan
dana serta kepastian ketersediaannya.
Angka 4 dan 5 Cukup
jelas.
Ayat (4)
Angka 1 dan 2 Cukup
jelas.
Angka 3
Ketentuan tentang keselamatan dan kesehatan kerja mengacu
pada peraturan perundang-undangan yang mengatur keselamatan dan kesehatan
kerja.
Angka 4
Ketentuan tentang keselamatan umum berkaitan dengan
kemungkinan risiko yang dapat merugikan masyarakat dan lingkungan sebagai
akibat didirikannya bangunan.
Angka 5
Ketentuan tentang ketenagakerjaan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur ketenagakerjaan.
Angka 6
Ketentuan tentang lingkungan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur lingkungan.
Angka 7
Ketentuan tentang tata ruang mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur tata ruang.
Angka8
Ketentuan tentang tata bangunan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur tata bangunan.
Angka 9
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1) Huruf a
Pengembangan sumber daya manusia di bidang jasa konstruksi di
daerah mengacu pada kebijakan pengembangan sumber daya manusia nasional.
Huruf b s/d Huruf e Cukup
jelas.
Ayat (2)
Untuk daerah kabupaten dan daerah kota pada propinsi daerah
istimewa dan daerah khusus ibukota, penyelenggaraan pembinaan jasa konstruksi
disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ayat (3)
Huruf a s/d Huruf d Cukup
jelas.
Huruf e
Perizinan usaha jasa konstruksi termasuk juga pemberian
klasifikasi dan kualifikasi penyedia jasa.
Pasal 8 Cukup jelas.
Pasal 9 Cukup jelas.
Pasal 10 Cukup jelas.
Pasal 11 Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas.
Pasal 13 Cukup jelas.
Pasal 14 Cukup jelas.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3957
Peran Masyarakat Umum dan Masyarakat Jasa Konstruksi
Peran
masyarakat umum dan masyarakat jasa konstruksi diatur sebagai berikut:
1. Hak dan kewajiban masyarakat umum dalam rangka tertib jasa konstruksi
Hak masyarakat :
A. Melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi
B. Memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara
langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi
Kewajiban
Masyarakat :
A. Menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang
pelaksanaan konstruksi
B. Turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan
kepentingan umum
2. Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi (masyarakat yang
mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha pekerja
konstruksi ) dikembangkan melalui suatu forum yang keanggotaanya meliputi unsur
- unsur swasta (Asosiasi jasa konstruksi,asosiasi mitra usaha jasa konstruksi
,lembaga konsumen ,dan organisasi kemasyarakatan yang terkait) serta unsur
pemerintah yang berfungsi.
A. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat
B. Membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi
nasional
C. Mendorong tumbuh dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat
D. Memberi masukan kepada pemerintah dalam merumuskan pengaturan
,pemberdayaan dan pengawasan.\
3. Pelaksanaan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga
yang inpenden dan mandiri ,yang beranggotakan wakil -wakil aosiasi perusahaan
,asosiasi profesi jasa konstruksi ,pakar dan perguruan tinggi serta pemerintah
yang mempunyai tugas
A. Melakukan penelitian dan pengembangan jasa konstruksi
B. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi
C. Memberikan sertifikat registrasi badan usaha
D. Melakukan akreditasi sertifikat keterampilan dan keahlian kerja
E. Menyelenggarakan/meningkatkan peran arbitrase mediasi dan penilai ahli
di bidang jasa konstruksi