I. Salah Satu Negara Dengan Sistem
Kepemerintahan Republik
Sistem
Pemerintahan Jerman
Negara Jerman adalah sebuah negera
federasi di Eropa barat. Awalnya pemerintahan negara ini berbentuk kekaisaran.
Seusai perang Perancis-Prusia (1870-1871) sistem pemerintahan negara ini
berubah menjadi sistem parlementer dengan kanselir pemegang pemerintahan.
Kanselir pertama adalah Otto Von Bismarck. Pemerintahan yang sehari-harinya
dipegang oleh Kanselir memegang peranan seperti perdana menteri. Posisi
kanselir diraih secara otomatis oleh kandidat utama partai pemenang pemilihan
umum federal.
Jerman juga pernah menganut sistem
pemerintahan demokrasi tapi tidak berlangsung lama, itu terjadi tahun 1933.
Setelah itu pemerintahan dipegang oleh NAZI, sebuah rezim otoriter yang
dipimpin Adolf Hitler dan membawa kehancuran dalam perang dunia II. Hal ini
membuat Jerman terbagi menjadi dua yaitu Jerman Barat (Republik federal Jerman)
dan Jerman Timur (Republik Demokratik Jerman). Tapi Kekalahan dalam Perang
Dunia II telah membuat Jerman kehilangan wilayah timur. Lalu pemerintahan
berpindah ke Jerman Barat.
Setelah negara Jerman terpisah lalu pada
tahun 1990 terjadi penyatuan kembali dengan diruntuhkannya tembok Berlin.
Sistem pemerintahan berubah menjadi sistem pemerintahan demokrasi yang berbasis
ideologi berlandaskan prioritas hak-hak asasi manusia.
Dalam pemerintahan Jerman, Parlemen
dikenal sebagai Bundestag, yang anggota-anggotanya dipilih. Partai yang
memerintah adalah partai dengan koalisi dominan di dalam parlemen ini. Selain
Bundestag terdapat pula Bundesrat, yang anggota-anggotanya adalah perwakilan
pemerintahan negara-negara bagian. Bundesrat sering disamakan dengan senat,
meskipun pada kenyataannya memiliki wewenang yang berbeda. Walau secara konstitusional
Jerman dipimpin oleh kanselir namun negara karena Jerman juga menganut sistem
parlementer sehingga pimpinan negara dipegang oleh presiden yang dipilih setiap
5 tahun sekali.
Jerman juga memiliki makhamah konstitusi
liberal, dimana setiap warga mempunyai hak mengajukan keberatan berdasarkan
konstitusi jika ia merasa hak asasinya dilanggar oleh pemerintah.
Saat ini yang menjadi masalah dalam
pemerintahan Jerman adalah mengenai penutupan pembangkit nuklir yang kerap
menjadi sumber demonstrasi warga Jerman.
Pemerintahan
dan pembagian administrasi
Jerman adalah negara demokrasi
parlementer. Pemerintahan sehari-hari dipegang oleh seorang kanselir, yang
berperan seperti perdana menteri di negara lain dengan bentuk pemerintahan
serupa. Selain Jerman, Austria juga memiliki kanselir. Posisi kanselir diraih
secara otomatis oleh kandidat utama partai pemenang pemilihan umum federal.
Terdapat enam partai politik utama di Jerman, dengan tiga yang terbesar (dua di
antaranya membentuk koalisi permanen), yaitu SPD (demokrat sosial, berhaluan
kiri progresif) danCDU/CSU (kristen demokrat/sosialis yang berhaluan kanan
konservatif). Partai-partai lainnya adalah FDP (demokrat liberal), Bündnis
90/Die Grüne (kiri hijau), dan Die Linke(berhaluan kiri, merupakan gabungan
dari partai komunis dan pecahan SPD). Jabatan presiden lebih banyak bersifat
seremonial, meskipun ia dapat menyetujui atau tidak menyetujui beberapa hal
penting.
Parlemen dikenal sebagai Bundestag, yang
anggota-anggotanya dipilih. Partai yang memerintah adalah partai dengan koalisi
dominan di dalam parlemen ini. Selain Bundestag terdapat pula Bundesrat, yang
anggota-anggotanya adalah perwakilan pemerintahan negara-negara bagian.
Bundesrat sering disamakan dengan senat, meskipun pada kenyataannya memiliki
wewenang yang berbeda.
Pembagian
administratif Republik Federal Jerman.
Secara administrasi, Jerman adalah
negara federasi (Bundesland) dengan 13 negara bagian (Flächenland; yaitu
Baden-Württemberg,Freistaat Bayern atau Bavaria, Brandenburg, Hessen,
Mecklenburg-Vorpommern, Niedersachsen, Nordrhein-Westfalen,
Rheinland-Pfalz,Saarland, Freistaat Sachsen, Sachsen-Anhalt,
Schleswig-Holstein, dan Freistaat Thüringen) dan tiga kota setingkat negara
bagian (Stadtstaaten atau Stadtländer, yaitu Berlin, Bremen, dan Hamburg).
Negara-negara bagian ini dibentuk secara bertahap semenjak berakhirnya Perang
Dunia II sebagai penyederhanaan atas garis batas negara bagian peninggalan masa
Reich Jerman yang lebih bersifat feodalistik. Negara bagian diperintah oleh
seorang perdana menteri (Ministerpräsident) lengkap dengan kabinetnya. Terdapat
pula parlemen tingkat negara bagian. Setiap negara bagian mengirim wakil-wakil
(anggota kabinet, tidak dipilih langsung) ke Bundesrat.
PEMERINTAHAN
JERMAN DI WILAYAH EROPA YANG DIDUDUKI
Jerman berencana menganeksasi sebagian
besar wilayah timur taklukan setelah wilayah tersebut di-Jermanisasi. Meskipun
beberapa wilayah akan dijadikan tempat penampungan untuk buruh kerja paksa,
sebagian besar akan didiami kembali oleh para kolonis Jerman. Kebanyakan
rencana pemukiman kembali Jerman ditunda sampai akhir perang. Sementara itu,
wilayah-wilayah tersebut dieksploitasi secara zalim untuk upaya perang Jerman:
bahan makanan, bahan mentah, dan persediaan perang disita. Penduduk setempat
ditarik untuk kerja paksa di industri-industri perang atau di proyek-proyek
pembangunan militer. Jutaan orang dideportasi ke Jerman untuk dijadikan buruh
kerja paksa di industri-industri perang atau pertanian Jerman.
Kekejian pemerintahan Jerman di Polandia
sungguh luar biasa. Pemerintah Jerman menganggap penduduk Polandia sebagai
pasokan buruh kerja paksa. Sebuah kampanye teror dilancarkan dengan target kaum
cendekiawan Polandia; banyak di antara mereka yang dibunuh atau dikirim ke
kamp-kamp. Para guru, pendeta, dan tokoh budaya Polandia, yang berpotensi
menjadi inti gerakan perlawanan, menjadi sasaran khusus persekusi. Jerman
menghancurkan lembaga-lembaga budaya dan ilmu pengetahuan Polandia dan menjarah
benda-benda pusaka nasional. Orang-orang Polandia hanya diberikan jatah ransum
kelaparan, karena sebagian besar pangan negara tersebut disita oleh Jerman
untuk front di negerinya.
Di wilayah barat Eropa yang diduduki
berlaku kebijakan yang jauh lebih ramah. Negara-negara “Jermanik” seperti
Belanda direncanakan untuk menjadi bagian dari Jerman pada akhirnya. Negara lainnya,
terutama Prancis, dibuat untuk tetap bergantung pada Jerman.
Sebagai buah dari kebijakan Jerman di
masa perang, gerakan-gerakan perlawanan bermunculan di seluruh Eropa. Anggota
pasukan gerilya bersenjata yang bertempur melawan Jerman di wilayah-wilayah
Eropa yang diduduki dinamakan kaum partisan. Mereka mengusik pemerintahan
militer dan rakyat sipil Jerman di seluruh Eropa dengan melakukan sabotase,
penghancuran, dan serangan-serangan pengecoh lainnya.
Adapun Perbandingan Antara Sistem
Kepemerintahan Jerman dan Indonesia
Sistem Kepemerintahan : INDONESIA =>
PRESIDENSIAL sedangkan JERMAN
=>DEMOKRASI PARLEMENTER
II.
Sistem Kepemrintahan Monarki Negara Spanyol
Negara Spanyol atau yang disebut juga
negara Matador ini terletak di Eropa barat daya. Negara ini memiliki ibukota
bernama Madrid. Pemerintahan Spanyol bersifat monarki parlementer.
Sistem pemerintahan Spanyol yang
bersifat monarki parlementer ini membuat bentuk pemerintahannya dikuasai oleh
seorang raja dengan menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi. Dalam monarki parlementer kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet
(perdana menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya
sebagai kepala negara (symbol kekuasaan) yang kedudukannya tidak dapat diganggu
gugat.
Spanyol mengalami masa kejayaan sebagai
imperium dunia dan menguasai hampir seluruh benua Amerika pada abad XVI dan
XVII namun memasuki abad XVIII kejayaan Spanyol mulai surut. Kegagalan Spanyol
dalam revolusi industri membuat pemerintahan Spanyol tertinggal dalam bidang
pemerrintahan dibanding negara Inggris, Perancis dan Jerman.
Pada paruh kedua abad ke-20, Spanyol
berusaha mengejar ketinggalannya dari negara-negara barat lainnya. Spanyol menjadi
anggota Masyarakat Ekonomi Eropa pada tahun 1986. Tantangan utama yang dihadapi
Spanyol saat ini di antaranya masalah terorisme kelompok Euskadi Ta Askatasuna
(ETA/ Pembebas Tanah Basque), imigran gelap, inflasi, dan pengangguran.
Sistem pemerintahan Spanyol dipimpin
oleh Kepala Negara Raja Juan Carlos I
(sejak 22 November 1975), Putra Mahkota Pangeran Felipe. Sedangkan jabatan ini
saat ini dipegang oleh Jose Luis Rodriqueaz Zapatero.
Sistem otonomi Spanyol membagi Spanyol
ke dalam 17 komunitas otonom setingkat provinsi yang terdiri dari 50 kota, dan
2 kota otonom, dimana secara keseluruhan di dalamnya terdapat 8.098
municipalities. Komunitas otonom memiliki kekuasaan otonomi di bidang fiskal
dan legislatif.
Pada pemilihan kepala daerah untuk
komunitas otonom dan kota otonom (Ceuta dan Melilla) kemenangan kepala daerah
akan bergantung pada proporsi suara yang diperoleh dan dukungan legislatif
dalam penerimaan program calon kepala daerah.
Sistem ini kelihatannya rentan terhadap
mosi tidak percaya yang mungkin berakhir dengan pemberhentian Putra Mahkota
kepala daerah. Namun konstitusi melindungi dan mengondisikan pemberhentian
Putra Mahkotakepala daerah harus dengan mengajukan calon alternatif sebagai
pembanding. Dalam tahap ini, berbagai niat buruk untuk mengganti pejabat tanpa
kualifikasi lebih unggul dapat dicegah.
Sistem ini memberi dampak dan manfaat
sebagai berikut:
a)
Pemilihan legislatif lokal yang selanjutnya akan mengesahkan seorang
kepala daerah merupakan ekspresi pelaksanaan otonomi daerah. Di sana, selain
otonomi fiskal yang semakin besar, kekuasaan legislatif lokal juga mencakup
penetapan berbagai kebijakan, baik bagi komunitas maupun kota otonomnya. Namun
sistem ini sering diganggu oleh seruan untuk memisahkan diri seperti yang sering
diupayakan daerah Catalunya dan Pais Vasco dan dapat mempengaruhi daerah lain
untuk mengikutinya seperti Navarra dan Galicia.
b)
Meski pada umumnya rakyat Spanyol menerima sistem monarki parlementer,
namun terdapat sekelompok generasi muda Spanyol yang menolaknya dengan alasan
tiap orang lahir dengan hak dan kewajiban yang sama (tak satupun dilahirkan
dengan hak istimewa).