Rabu, 05 Oktober 2016

Sistem Pemerintahan Republik dan Monarki

I. Salah Satu Negara Dengan Sistem Kepemerintahan Republik

Sistem Pemerintahan Jerman

Negara Jerman adalah sebuah negera federasi di Eropa barat. Awalnya pemerintahan negara ini berbentuk kekaisaran. Seusai perang Perancis-Prusia (1870-1871) sistem pemerintahan negara ini berubah menjadi sistem parlementer dengan kanselir pemegang pemerintahan. Kanselir pertama adalah Otto Von Bismarck. Pemerintahan yang sehari-harinya dipegang oleh Kanselir memegang peranan seperti perdana menteri. Posisi kanselir diraih secara otomatis oleh kandidat utama partai pemenang pemilihan umum federal.

Jerman juga pernah menganut sistem pemerintahan demokrasi tapi tidak berlangsung lama, itu terjadi tahun 1933. Setelah itu pemerintahan dipegang oleh NAZI, sebuah rezim otoriter yang dipimpin Adolf Hitler dan membawa kehancuran dalam perang dunia II. Hal ini membuat Jerman terbagi menjadi dua yaitu Jerman Barat (Republik federal Jerman) dan Jerman Timur (Republik Demokratik Jerman). Tapi Kekalahan dalam Perang Dunia II telah membuat Jerman kehilangan wilayah timur. Lalu pemerintahan berpindah ke Jerman Barat.

Setelah negara Jerman terpisah lalu pada tahun 1990 terjadi penyatuan kembali dengan diruntuhkannya tembok Berlin. Sistem pemerintahan berubah menjadi sistem pemerintahan demokrasi yang berbasis ideologi berlandaskan prioritas hak-hak asasi manusia.

Dalam pemerintahan Jerman, Parlemen dikenal sebagai Bundestag, yang anggota-anggotanya dipilih. Partai yang memerintah adalah partai dengan koalisi dominan di dalam parlemen ini. Selain Bundestag terdapat pula Bundesrat, yang anggota-anggotanya adalah perwakilan pemerintahan negara-negara bagian. Bundesrat sering disamakan dengan senat, meskipun pada kenyataannya memiliki wewenang yang berbeda. Walau secara konstitusional Jerman dipimpin oleh kanselir namun negara karena Jerman juga menganut sistem parlementer sehingga pimpinan negara dipegang oleh presiden yang dipilih setiap 5 tahun sekali.

Jerman juga memiliki makhamah konstitusi liberal, dimana setiap warga mempunyai hak mengajukan keberatan berdasarkan konstitusi jika ia merasa hak asasinya dilanggar oleh pemerintah.

Saat ini yang menjadi masalah dalam pemerintahan Jerman adalah mengenai penutupan pembangkit nuklir yang kerap menjadi sumber demonstrasi warga Jerman.





Pemerintahan dan pembagian administrasi

Jerman adalah negara demokrasi parlementer. Pemerintahan sehari-hari dipegang oleh seorang kanselir, yang berperan seperti perdana menteri di negara lain dengan bentuk pemerintahan serupa. Selain Jerman, Austria juga memiliki kanselir. Posisi kanselir diraih secara otomatis oleh kandidat utama partai pemenang pemilihan umum federal. Terdapat enam partai politik utama di Jerman, dengan tiga yang terbesar (dua di antaranya membentuk koalisi permanen), yaitu SPD (demokrat sosial, berhaluan kiri progresif) danCDU/CSU (kristen demokrat/sosialis yang berhaluan kanan konservatif). Partai-partai lainnya adalah FDP (demokrat liberal), Bündnis 90/Die Grüne (kiri hijau), dan Die Linke(berhaluan kiri, merupakan gabungan dari partai komunis dan pecahan SPD). Jabatan presiden lebih banyak bersifat seremonial, meskipun ia dapat menyetujui atau tidak menyetujui beberapa hal penting.

Parlemen dikenal sebagai Bundestag, yang anggota-anggotanya dipilih. Partai yang memerintah adalah partai dengan koalisi dominan di dalam parlemen ini. Selain Bundestag terdapat pula Bundesrat, yang anggota-anggotanya adalah perwakilan pemerintahan negara-negara bagian. Bundesrat sering disamakan dengan senat, meskipun pada kenyataannya memiliki wewenang yang berbeda.

Pembagian administratif Republik Federal Jerman.

Secara administrasi, Jerman adalah negara federasi (Bundesland) dengan 13 negara bagian (Flächenland; yaitu Baden-Württemberg,Freistaat Bayern atau Bavaria, Brandenburg, Hessen, Mecklenburg-Vorpommern, Niedersachsen, Nordrhein-Westfalen, Rheinland-Pfalz,Saarland, Freistaat Sachsen, Sachsen-Anhalt, Schleswig-Holstein, dan Freistaat Thüringen) dan tiga kota setingkat negara bagian (Stadtstaaten atau Stadtländer, yaitu Berlin, Bremen, dan Hamburg). Negara-negara bagian ini dibentuk secara bertahap semenjak berakhirnya Perang Dunia II sebagai penyederhanaan atas garis batas negara bagian peninggalan masa Reich Jerman yang lebih bersifat feodalistik. Negara bagian diperintah oleh seorang perdana menteri (Ministerpräsident) lengkap dengan kabinetnya. Terdapat pula parlemen tingkat negara bagian. Setiap negara bagian mengirim wakil-wakil (anggota kabinet, tidak dipilih langsung) ke Bundesrat.

PEMERINTAHAN JERMAN DI WILAYAH EROPA YANG DIDUDUKI

Jerman berencana menganeksasi sebagian besar wilayah timur taklukan setelah wilayah tersebut di-Jermanisasi. Meskipun beberapa wilayah akan dijadikan tempat penampungan untuk buruh kerja paksa, sebagian besar akan didiami kembali oleh para kolonis Jerman. Kebanyakan rencana pemukiman kembali Jerman ditunda sampai akhir perang. Sementara itu, wilayah-wilayah tersebut dieksploitasi secara zalim untuk upaya perang Jerman: bahan makanan, bahan mentah, dan persediaan perang disita. Penduduk setempat ditarik untuk kerja paksa di industri-industri perang atau di proyek-proyek pembangunan militer. Jutaan orang dideportasi ke Jerman untuk dijadikan buruh kerja paksa di industri-industri perang atau pertanian Jerman.

Kekejian pemerintahan Jerman di Polandia sungguh luar biasa. Pemerintah Jerman menganggap penduduk Polandia sebagai pasokan buruh kerja paksa. Sebuah kampanye teror dilancarkan dengan target kaum cendekiawan Polandia; banyak di antara mereka yang dibunuh atau dikirim ke kamp-kamp. Para guru, pendeta, dan tokoh budaya Polandia, yang berpotensi menjadi inti gerakan perlawanan, menjadi sasaran khusus persekusi. Jerman menghancurkan lembaga-lembaga budaya dan ilmu pengetahuan Polandia dan menjarah benda-benda pusaka nasional. Orang-orang Polandia hanya diberikan jatah ransum kelaparan, karena sebagian besar pangan negara tersebut disita oleh Jerman untuk front di negerinya.

Di wilayah barat Eropa yang diduduki berlaku kebijakan yang jauh lebih ramah. Negara-negara “Jermanik” seperti Belanda direncanakan untuk menjadi bagian dari Jerman pada akhirnya. Negara lainnya, terutama Prancis, dibuat untuk tetap bergantung pada Jerman.

Sebagai buah dari kebijakan Jerman di masa perang, gerakan-gerakan perlawanan bermunculan di seluruh Eropa. Anggota pasukan gerilya bersenjata yang bertempur melawan Jerman di wilayah-wilayah Eropa yang diduduki dinamakan kaum partisan. Mereka mengusik pemerintahan militer dan rakyat sipil Jerman di seluruh Eropa dengan melakukan sabotase, penghancuran, dan serangan-serangan pengecoh lainnya.

Adapun Perbandingan Antara Sistem Kepemerintahan Jerman dan Indonesia

Sistem Kepemerintahan : INDONESIA => PRESIDENSIAL sedangkan JERMAN             =>DEMOKRASI PARLEMENTER


II. Sistem Kepemrintahan Monarki Negara Spanyol
Negara Spanyol atau yang disebut juga negara Matador ini terletak di Eropa barat daya. Negara ini memiliki ibukota bernama Madrid. Pemerintahan Spanyol bersifat monarki parlementer.
Sistem pemerintahan Spanyol yang bersifat monarki parlementer ini membuat bentuk pemerintahannya dikuasai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam monarki parlementer kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (perdana menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagai kepala negara (symbol kekuasaan) yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat.
Spanyol mengalami masa kejayaan sebagai imperium dunia dan menguasai hampir seluruh benua Amerika pada abad XVI dan XVII namun memasuki abad XVIII kejayaan Spanyol mulai surut. Kegagalan Spanyol dalam revolusi industri membuat pemerintahan Spanyol tertinggal dalam bidang pemerrintahan dibanding negara Inggris, Perancis dan Jerman.
Pada paruh kedua abad ke-20, Spanyol berusaha mengejar ketinggalannya dari negara-negara barat lainnya. Spanyol menjadi anggota Masyarakat Ekonomi Eropa pada tahun 1986. Tantangan utama yang dihadapi Spanyol saat ini di antaranya masalah terorisme kelompok Euskadi Ta Askatasuna (ETA/ Pembebas Tanah Basque), imigran gelap, inflasi, dan pengangguran.
Sistem pemerintahan Spanyol dipimpin oleh Kepala  Negara Raja Juan Carlos I (sejak 22 November 1975), Putra Mahkota Pangeran Felipe. Sedangkan jabatan ini saat ini dipegang oleh Jose Luis Rodriqueaz Zapatero.
Sistem otonomi Spanyol membagi Spanyol ke dalam 17 komunitas otonom setingkat provinsi yang terdiri dari 50 kota, dan 2 kota otonom, dimana secara keseluruhan di dalamnya terdapat 8.098 municipalities. Komunitas otonom memiliki kekuasaan otonomi di bidang fiskal dan legislatif.
Pada pemilihan kepala daerah untuk komunitas otonom dan kota otonom (Ceuta dan Melilla) kemenangan kepala daerah akan bergantung pada proporsi suara yang diperoleh dan dukungan legislatif dalam penerimaan program calon kepala daerah.
Sistem ini kelihatannya rentan terhadap mosi tidak percaya yang mungkin berakhir dengan pemberhentian Putra Mahkota kepala daerah. Namun konstitusi melindungi dan mengondisikan pemberhentian Putra Mahkotakepala daerah harus dengan mengajukan calon alternatif sebagai pembanding. Dalam tahap ini, berbagai niat buruk untuk mengganti pejabat tanpa kualifikasi lebih unggul dapat dicegah.
Sistem ini memberi dampak dan manfaat sebagai berikut:
a)      Pemilihan legislatif lokal yang selanjutnya akan mengesahkan seorang kepala daerah merupakan ekspresi pelaksanaan otonomi daerah. Di sana, selain otonomi fiskal yang semakin besar, kekuasaan legislatif lokal juga mencakup penetapan berbagai kebijakan, baik bagi komunitas maupun kota otonomnya. Namun sistem ini sering diganggu oleh seruan untuk memisahkan diri seperti yang sering diupayakan daerah Catalunya dan Pais Vasco dan dapat mempengaruhi daerah lain untuk mengikutinya seperti Navarra dan Galicia.

b)      Meski pada umumnya rakyat Spanyol menerima sistem monarki parlementer, namun terdapat sekelompok generasi muda Spanyol yang menolaknya dengan alasan tiap orang lahir dengan hak dan kewajiban yang sama (tak satupun dilahirkan dengan hak istimewa).